2024-12-19 19:49:33
Bank Digital Indonesia. (foto: digitaltransformation.co.id)Bank-bank digital di Indonesia mulai menyusun Rencana Bisnis Bank (RBB) untuk tahun 2025, dengan berbagai target ambisius meskipun harus menghadapi tantangan ekonomi global yang signifikan. Para bankir tetap optimistis bahwa peluang pertumbuhan di sektor digital dapat mendorong kinerja mereka ke tingkat yang lebih baik di tahun mendatang.
Bank Raya Indonesia (PT Bank Raya Indonesia Tbk), anak usaha dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 7%-11% pada tahun 2025. Tantangan utama yang dihadapi adalah volatilitas ekonomi global dan ketegangan geopolitik, yang diperkirakan akan memengaruhi kondisi ekonomi domestik Indonesia dan sektor perbankan.
Untuk mengatasi hal ini, Bank Raya berencana memperluas pengembangan produk digital dengan memanfaatkan potensi bisnis niche market yang ada dalam ekosistem BRI Group. Selain itu, mereka juga akan terus mengeksplorasi kolaborasi baru dengan mitra bisnis sambil tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.
Direktur Keuangan Bank Raya, Rustati Suri Pertiwi, atau yang akrab disapa Tiwi, menyampaikan bahwa meningkatnya adaptasi masyarakat terhadap transaksi keuangan digital menjadi faktor positif yang dapat memperkuat kinerja perbankan digital. Bank Raya mencatat pertumbuhan kredit sebesar 8,8% secara tahunan (yoy) hingga Oktober 2024, dengan outstanding kredit digital meningkat hingga 90% yoy menjadi Rp1,85 triliun.
Dengan karakteristik kredit digital yang lebih kecil, cepat, dan fleksibel, penyaluran kredit digital Bank Raya mencapai Rp16,2 triliun, tumbuh 82,14% yoy. Fokus utama Bank Raya tetap pada segmen UMKM dengan sinergi kuat di dalam ekosistem BRI Group.
Dilansir dari Kontan.co.id, Allo Bank Indonesia (PT Bank Allo Indonesia Tbk) juga memproyeksikan pertumbuhan kredit double digit pada 2025 meskipun dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi, seperti tren penurunan Fed Fund Rate dan ketatnya persaingan DPK (Dana Pihak Ketiga).
Menurut Direktur Utama Allo Bank, Indra Utoyo, strategi utama mereka adalah pendekatan "dual engines for growth" dengan mengembangkan segmen Retail dan Wholesale Banking melalui model Open Banking. Pendekatan ini memungkinkan Allo Bank menjalin kemitraan strategis dengan ekosistem digital terkemuka. Per Oktober 2024, kredit Allo Bank mencapai Rp7,94 triliun, tumbuh 9,22% yoy, meskipun DPK turun 7,3% yoy menjadi Rp4,58 triliun.
Bank Neo Commerce (PT Bank Neo Commerce Tbk), yang merupakan bagian dari Akulaku Group, memiliki pendekatan berbeda dengan lebih fokus pada kualitas penyaluran kredit untuk menjaga rasio Non-Performing Loan (NPL) tetap sehat. Mereka juga menekan biaya operasional dan melakukan penghapusan kredit bermasalah.
Segmen korporasi tetap menjadi pilar penting dalam pertumbuhan aset Bank Neo Commerce, dengan fokus pada penggalangan dana murah (CASA) untuk mengurangi biaya pendanaan. Meski demikian, hingga Oktober 2024, penyaluran kredit Bank Neo Commerce menurun 21% yoy menjadi Rp8,62 triliun, sementara DPK juga turun 6,57% yoy menjadi Rp13,64 triliun.
Secara keseluruhan, bank digital di Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang cukup besar, termasuk tekanan likuiditas, persaingan yang ketat, dan ketidakpastian global. Namun, dengan berbagai inovasi digital, pengembangan ekosistem, dan fokus pada segmen niche seperti UMKM, mereka tetap optimis terhadap pertumbuhan bisnis di tahun 2025. Adaptasi masyarakat terhadap layanan keuangan digital menjadi faktor pendorong utama yang membuka peluang baru untuk meningkatkan kinerja di tengah persaingan pasar.
Writer