Kenali 5 Jenis Sertifikat Properti Sebelum Membeli Rumah Impian!

2024-12-13 16:11:30

News Image Jenis-jenis sertifikat rumah yang perlu Anda ketahui. Sumber: Garda Oto

Ketika membeli kendaraan, seperti mobil atau motor, biasanya kita akan mendapatkan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) sebagai bukti resmi kepemilikan. Demikian pula halnya dengan rumah atau properti lainnya. 

Kepemilikan properti harus disertai dokumen sah berupa sertifikat, yang berfungsi sebagai bukti hukum atas tanah atau bangunan tersebut. Pentingnya sertifikat ini tidak hanya untuk memastikan hak kepemilikan, tetapi juga agar administrasi kepemilikan properti di Indonesia dapat berjalan tertib dan sesuai aturan hukum.

Di Indonesia, informasi terkait sertifikat properti diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan delapan jenis hak atas tanah, seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lainnya. 

Namun, dalam konteks pembelian rumah atau properti, terdapat lima jenis sertifikat yang paling umum dan perlu dipahami sebelum melakukan transaksi properti.

Sertifikat Hak Milik (SHM)

Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah dokumen kepemilikan properti yang paling kuat di Indonesia. Sertifikat ini diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan memberikan hak penuh kepada pemiliknya atas tanah dan bangunan yang tercatat di dalamnya. SHM hanya bisa dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI), sehingga Warga Negara Asing (WNA) tidak diperkenankan memiliki properti dengan sertifikat ini. 

SHM tidak hanya menjamin kepemilikan secara hukum tetapi juga memberikan kebebasan penuh kepada pemilik untuk mengelola properti tersebut. Selain itu, properti dengan sertifikat SHM cenderung memiliki nilai investasi yang tinggi dan mudah dijadikan agunan dalam pengajuan kredit di bank.

Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)

Berbeda dengan SHM, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) memberikan hak kepada pemilik untuk memanfaatkan tanah, tetapi tanah tersebut tetap menjadi milik negara atau pihak lain. Sertifikat ini biasanya berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga 20 tahun.

SHGB sering digunakan untuk properti komersial, seperti ruko atau apartemen, dan dapat dimiliki oleh WNI maupun WNA.

Meskipun biaya pembelian properti dengan SHGB lebih terjangkau dibandingkan SHM, hak penggunaannya terbatas dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, SHGB sering kali menjadi pilihan bagi mereka yang tidak berniat tinggal lama di properti tersebut.

Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS)

Untuk properti seperti apartemen atau rumah susun, yang tidak berdiri langsung di atas tanah, diperlukan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS). Sertifikat ini memberikan hak kepemilikan atas unit tertentu dalam bangunan rumah susun, serta hak bersama atas fasilitas umum dan lahan di kompleks tersebut. 

Pemilik SHMSRS memiliki hak individual atas unit yang dimilikinya, namun juga terikat pada peraturan yang berlaku di lahan bersama. Selain itu, status kepemilikan ini bergantung pada status tanah bangunan. Jika tanahnya berstatus HGB, maka pemilik SHMSRS harus memperpanjang hak guna tanah bersama dengan pemilik lainnya.

Akta Jual Beli (AJB)

Akta Jual Beli (AJB) adalah dokumen yang berfungsi sebagai bukti sah adanya transaksi jual beli properti. Namun, AJB bukanlah sertifikat kepemilikan. Dokumen ini biasanya disusun oleh notaris atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT). 

AJB sangat penting sebagai dokumen pendukung dalam proses peralihan hak milik, terutama ketika properti belum memiliki sertifikat seperti SHM atau SHGB. 

Namun, karena sifatnya yang lebih lemah secara hukum, AJB rentan dipalsukan. Oleh karena itu, pastikan AJB disusun di atas dasar kepemilikan tanah atau properti yang sah.

Girik atau Petok

Girik atau Petok bukanlah sertifikat kepemilikan properti, melainkan dokumen yang menunjukkan penguasaan atas lahan dan bukti pembayaran pajak atas lahan tersebut. Biasanya, dokumen ini digunakan untuk tanah yang belum didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

Meskipun status hukumnya lebih lemah dibandingkan sertifikat resmi seperti SHM atau SHGB, tanah girik tetap dapat diolah untuk mendapatkan sertifikat yang lebih kuat. Untuk itu, pemilik tanah girik perlu mengumpulkan dokumen pendukung seperti surat waris atau akta jual beli yang menunjukkan sejarah kepemilikan tanah.

Memahami jenis-jenis sertifikat ini sangat penting bagi siapa pun yang ingin membeli properti. Selain memastikan keamanan secara hukum, memiliki dokumen yang tepat juga dapat membantu menghindari masalah di masa depan. 

Properti bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang yang membutuhkan kepastian hukum. Oleh karena itu, pastikan untuk selalu memeriksa status sertifikat sebelum memutuskan untuk membeli rumah atau tanah. Dengan begitu, investasi properti Anda akan menjadi langkah yang aman dan menguntungkan.

Baca Juga

Asya

Asya

Writer

Semua Berita